Metz Muntsani

"Kesunyian adalah teman sejati"

Posts Tagged ‘Sosial’

KEADILAN 4

Posted by metzz pada Juli 23, 2009

page 4 of 1

Keadilan Sosial-Ekonomi

Keadilan menjadi syarat mutlak dalam hubungan antar manusia, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Besarnya tuntutan akan keadilan sebenarnya merupakan tuntutan normatif. Tuntutan tersebut muncul pada semua tingkatan kehidupan sosial-ekonomi. Apakah ini indikasi bahwa sekarang tidak ada keadilan? Bila memang demikian keadaannya, mengapa selama ini kita bisa bertahan?

Beberapa ahli[1] mengemukakan bahwa keadilan harus diformulasikan pada tiga tingkatan, yaitu outcome, prosedur, dan sistem. penilaian keadilan tidak hanya tergantung pada besar kecilnya sesuatu yang didapat (outcome), tetapi juga pada cara menentukannya dan sistem atau kebijakan di balik itu.

Keadilan yang berkaitan dengan outcome sering disebut sebagai keadilan distributif, namun sesungguhnya kedua hal tersebut tidak sama. Kajian psikologi tentang keadilan pemberian upah hampir selalu memasukkannya dalam lingkup keadilan distributif. Bila dicermati, pemberian upah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu distribusi dan pertukaran.[2] Karenanya, para ahli ekonomi menilainya sebagai keadilan pertukaran (komutatif). Bahkan, ekonom terkenal Adam Smith[3] menyatakan bahwa hakikat keadilan adalah keadilan komutatif.

Antara keadilan distributif dan keadilan komutatif terdapat perbedaan dan persamaan. Di dalam proses distribusi akan tampak ada dua pihak, yaitu pembagi dan penerima. Di sini posisi pembagi kelihatan lebih tinggi dibandingkan dengan penerima. Sementara itu dalam proses pertukaran kedua pihak seharusnya berada pada posisi yang sama. Ditinjau dari sudut pertukaran, pekerja menukarkan tenaganya dengan uang. Analogi pertukaran jasa dengan uang ini mirip dengan proses jual beli barang. Pihak pertama memiliki barang atau jasa dan pihak lain memiliki uang. Persamaan prinsip keadilan distributif dengan keadilan komutatif akan menjadi sangat jelas bila kaidah distribusi yang digunakan adalah ekuitas pada hubungan dua pihak (diadic), terutama bila masukan (input) keduanya setara. Permasalahannya, bila masukan kedua pihak berbeda sangat jauh, kesetaraan antara kedua pihak itu juga akan sulit tercapai. Meskipun demikian perbedaan yang besar itu masih dapat dilihat persamaan prinsipnya bila pada keadilan komutatif menekankan aturan no harm dan no intervention[4]. Artinya, pertukaran akan mirip distribusi karena pihak yang kuat (input besar) tidak berusaha mempengaruhi, merusak, maupun mencaplok pihak yang lemah. Baca entri selengkapnya »

Posted in Filsafat & Agama | Dengan kaitkata: , , , , , | 1 Comment »

KEADILAN 1

Posted by metzz pada Juli 23, 2009

Page 1 of 4

Keadilan Sosial Dalam Konteks Pancasila

Sebelum lebih jauh membahas keadilan sosial dalam konteks pancasila perlu kiranya dipaparkan historiositas pancasila itu sendiri. Sebab pancasila sebagai filosofis bangsa Indonesia tidak hadir begitu saja, melainkan melalui keringat pemikiran yang matang dan keputusan yang melintasi berbagai tahapan.

Pada tanggal 9 April 1945 BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) resmi dibentuk sebagai realisasi janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia sesuai pengumuman Perdana Menteri Koiso pada tanggal 9 September 1944. Anggota BPUPKI[1] dilantik pada tanggal 28 Mei, dipimpin Radjiman Wedyodiningrat, dan antara tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 mengadakan sidang pertamanya. Hal-hal yang dibicarakan pada sidang tersebut berkisar pada persoalan tentang bentuk negara, batas negara, dasar negara dan hal lain terkait pembentukan konstitusi bagi sebuah negara baru. Pembicaraan tentang hal-hal itu berjalan lancar, kecuali tentang dasar negara yang berlangsung tegang dan panas.

Ada dua aliran yang muncul, yakni golongan Islamis yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dan golongan nasionalis (yang kebanyakan anggotanya juga beragama Islam), yang menginginkan pemisahan urusan negara dan urusan Islam. Golongan nasionalis menolak menjadikan Indonesia sebagai negara Islam karena melihat kenyataan bahwa non-Muslim juga ikut berjuang melawan penjajah untuk mencapai kemerdekaan. Golongan ini juga menegaskan bahwa untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam akan secara tidak adil memposisikan penganut agama lain (non-Muslim) sebagai warga negara kelas dua. Baca entri selengkapnya »

Posted in Filsafat & Agama | Dengan kaitkata: , , , | Leave a Comment »